Lomba Menulis ... Ikut atau Skip?

Lomba menulis dengan hadiah menggiurkan, siapa yang tahan? Apalagi bagi saya yang pernah masuk nominasi *tsah*. Ternyata, saya masihbelum siap berlari cepat dan panjang! Beberapa lomba yang niatnya saya ikuti lewat begitu saja. Gemas, kecewa, kesal! Deadline berlalu, dan saya hanya termangu.
Akhirnya saya memutuskan untuk tidak ikut lomba-lomba lagi. Tapi, lagi-lagi teman saya (my sparing partner) selalu mampu membuat saya berubah pikiran.
"Ikut aja. Masih lama juga!"
"Per hari 10 halaman!"
"Hadiahnya bikin ngiler!"
"Minimal nama kita sudah dikenal editornya meski tak menang!"


Tetapi, mungkin karena niat dan daya juang saya tak begitu kuat dan kebetulan begitu ide muncul dan menulis beberapa halaman, selalu ada order lain yang datang. Maka outline saya terbengkalai, sementara deadline semakin mendekat.

Suatu hari teman saya bertanya, " Sudah kirim naskah lomba?"
"Aarrgg .. boro-boro ngirim. Baru dapat sepertiganya!" Saya menjawab dengan frustrasi.
"Oee ... jangan menyerah, Bu. Ibarat sebelum janur melengkung, tetap kejar!"
"Nggak bakalan terkejar!" Saya menyerah.

Rupanya saya tak kapok juga, begitu pula teman saya terus mengompori saya. Lagi-lagi lomba menulis digelar, disusul lomba berikutnya, lalu berikutnya. Dan begitulah akhirnya, outline dan naskah setengah jadi menumpuk di file saya.


"Oke, deadline memang begitu cepat berlalu. Tapi kalau aku akan tetap menyelesaikan novel ini. Kan tak harus diikutkan lomba. Kita kirim aja ke penerbit sebagai naskah reguler!" jawabnya antusias. "Paling tidak, kita sudah setengah jalan, atau minimal sudah start!"

Sejak itulah, hampir setiap ada pengumuman Lomba Menulis, saya selalu mencermati tema yang diinginkan dan syarat-sayaratnya. Bukan untuk benar-benar ikut (kecuali saya benar-benar siap). Melalui event Lomba, paling tidak saya belajar dari hal terkecil dari sebuah proses penulisan: MENEMUKAN IDE/TEMA.
Biasanya jika saya telah mendapatkan idenya, saya juga langsung membuat outlinenya.
Eksekusinya?  Itu yang sekarang sedang coba saya lakukan, selangkah demi selangkah. Sedikit demi sedikit, --masih tetap-- lama-lama menjadi bukit, kan? *peribahasa favorit*
Mohon, doakan saya, ya!

Komentar